Air Terus Mengalir
by:Lafa
Tak terasa hari sudah pagi lagi. Padahal aku baru saja tidur
semalam di rumah sakit dengan saudara-saudaraku. Semalam aku menjenguk kakekku
yang sedang sakit. Sekarang kakekku sudah boleh pulang. Waktu sudah menunjukkan
pukul setengah lima pagi. Aku pulang ke rumah dengan rasa kantuk yang masih
ada. Sesampainya di rumah pukul lima pagi, aku malah tidur lagi karena kantuk
yang tak kunjung hilang. Sial kudapat,aku bangun kesiangan. Kenapa aku lupa
hari ini masih sekolah. Jadi gugup,belum makan,belum mandi,sholat,dan
sebagainya. Semua aku kerjakan tergesa-gesa agar tidak telat sekolah.
Aku senang karena tidak telat sekolah. Aku sebenarnya masih
pengen tidur dan bermimpi indah. Namun, karena sedang berada di sekolah maka
aku menahan rasa kantuk itu. Aku termasuk orang yang malas jika disuruh
beraktivitas. Tapi, aku tak separah orang yang malas mengambil sampah di
bawahnya dan membuangnya ke tempat sampah. Aku tetap mengerjakan tugas dari
guruku walaupun sebenarnya aku payah dalam pelajaran itu. Paling tidak jika aku
malas berpikir, aku masih bisa menyontek pekerjaan temanku.
Seperti biasanya, pada jam istirahat aku bersama gengku
menuju ke kantin belakang untuk mengisi bahan bakar siang hari. Ramainya orang
di kantin sudah menjadi hal pasti karena semua pasti menuju ke kantin untuk
membeli makan. Mau tidak mau ya harus ngantri. Akhirnya makanan pun kami
dapatkan, dan masing-masing dari kami dengan lahap langsung menyantap makanan
yang telah di pesan. Selesai makan, kami bersama menuju mushola yang ada di
sekolah untuk melaksanakan kewajiban sholat duhur. Sama seperti dikantin, kami
ngantri lagi untuk ambil air wudu karena banyaknya orang yang ada. Selesai
sholat, kami kembali ke kelas melanjutkan pelajaran sampai jam pulang tiba.
Bel pulang berbunyi membuatku cepat-cepat ingin pulang
kembali ke rumah. Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapati
langit semakin gelap. Jalanan sedikit ramai karena banyak juga dari siswa
sekolah lain yang pulang. Ditengah perjalanan aku mendengar suara keras seperti
ada sebuah insiden terjadi. Aku putar kepalaku ke belakang. Ternyata benar
dugaanku, ada tabrakan antara pengendara motor dengan pengendara motor lainnya.
Spontan aku mengurangi kecepatan dan mendekati tempat kejadian tersebut.
Tiba di tempat kejadian, terbenak dalam pikiranku untuk
bergegas mencoba menolong mereka, namun apa dayaku ketika aku tak kuasa melihat
luka yang diderita salah satu pengendara motor tersebut. Sekilas nampak
kepalanya mengeluarkan darah kental dan pengendara itu terlihat kaku tak bisa
menggerakkan tubuhnya untuk sekedar menepi. Kulihat masih ada banyak orang yang
menolong mereka. Jadi karena itu aku mengurungkan niatku dan tak apalah pikirku jika aku tinggalkan tempat
itu. Kejadian ini menyadarkanku bahwa tergesa-gesa itu tidak baik dilakukan.
Perjalanan pulang kulanjutkan dengan pelan karena
ketakutanku yang menjadi-jadi setelah tau insiden mengerikan tadi. Beberapa
menit diperjalanan pulang, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku masih
dengan motorku yang terus melaju untuk mencari tempat yang teduh. Setelah
mencari dan terus mencari, kulihat ada mushola kecil yang langsung kuhampiri
untuk kujadikan tempat berteduh.Ternyata sudah ada beberapa orang tua yang juga
berteduh di mushola itu. “Permisi pak, saya ikut berteduh disini ya!” ucapku kepada salah satu orang tua yang ada
disitu. “ Silahkan mas, boleh-boleh saja kan mushola ini juga bukan milik
saya.” Jawab bapak itu. Langsung saja aku memarkir motorku dan segera berteduh.
Di mushola itu aku banyak berbincang dengan mereka yang juga
berteduh. Tak sedikit canda tawa juga ku temukan disana. Kami bersama berbincang
untuk sekedar mengisi waktu sambil menunggu hujan yang tak kunjung reda. Kedua
tangan ku gosok-gosokkan untuk menghangatkan tubuh. Angin yang berhembus
menambah kegigilan tubuhku. “ Kamu sekolah dimana nak?” aku menoleh dan mencari
sumber suara itu. “ Saya sekolah di ****** pak.” jawabku dengan tersenyum pada
bapak berjaket hitam. “ Owalah, bapak dulu juga sekolah disana nak” jawabnya
kepadaku. Aku hanya tersenyum kepada bapak itu karena aku bingung mau jawab
gimana lagi.
Tapi bapak itu terus bercerita dan aku mulai bisa menjawab
pembicaraan beliau dengan santai. Aku sedikit tertawa ketika bapak itu
bercerita tentang pengalamannya dibangku SMA. Bapak itu bercerita bahwa semua
anak itu pasti pernah nakal termasuk bapak itu sendiri. Bapak itu pernah
dihukum gurunya karena terlambat. Lalu dengan membawa kresek bapak itu
mengambil daun-daun kering di halaman sekolah. Selain itu, bapak itu pernah
salah mengenakan seragam sekolah. Alhasil bapak itu ditertawakan oleh
teman-temannya. “ Masih untung aku bisa berteduh disini dengan ditemani
orang-orang yang sebelumnya tak kukenal itu, mungkin berbeda rasanya jika aku
sendirian disini dengan hujan deras dan angin kencang yang membuatku tubuhku
menggigil”, batinku berkata.
Tak terasa hari semakin sore dan ketika kulihat jam dinding
di mushola, ternyata sudah menunjukkan pukul 5 tepat. Hujanpun masih deras dan
angin semakin kencang. Angan pun mengikut tubuh. Terpikirkan bagaimana keadaan
keluarga yang ada di rumah. Kaget tak bisa kuelakkan, ketika melamun aku
teringat bahwa aku belum sholat asar. Sontak aku berdiri menuju tempat ambil
air wudhu tanpa memperdulikan orang-orang yang ada disana. Aku coba
mengkhusukkan sholatku dalam dinginnya angin dan gemuruhnya suara hujan yang
terdengar bising sekali.
Raka’at pertama konsentrasiku terganggu oleh seorang yang
menepuk pundak kananku. Aku jadi bingung maksud dari orang tersebut, apakah
orang itu mau mencegahku, mengingatkanku, atau hendak ikut sholat
dibelakangku?. Dan pertanyaanku terjawabdegan sebuah tepukan lagi. Aku jadi
yakin bahwa orang ini hendak ikut sholat dibelakangku. Akhirnya aku mengubah
niatku menjadi seorang imam dan mengeraskan bacaanku. Sampai pada raka’at
terakhir usai dan aku mengucap salam. Setelah itu, aku berdoa agar hujan segera
reda dan aku bisa pulang dengan selamat.
Sambil mengusap wajahku setelah berdoa aku memalingkan badan
untuk sekedar berjabat tangan dengan orang yang ikut sholat denganku tadi. Aku
pun kaget seakan tidak percaya kalau ternyata orang yang ikut sholat
dibelakangku bukan hanya satu orang, akan tetapi semua yang ada di mushola ikut
sholat denganku. Mungkin memang karena dari siang hujan belum reda sehingga
semuanya belum sempat sholat asar dan lupa. Diatas keherananku aku merasa
bahagia bisa menjadi imam sholat disaat kondisi langka seperti itu.
Menunggu hujan reda, aku sempat melamun lagi teringat dengan
insiden tabrakan tadi siang. “Bagaimana kelanjutan cerita dari insiden tadi
ya?, apalagi kan tadi hujan langsung turun deras. Dan untung aku masih di beri
keselamatan. Sungguh luar biasa nikmat yang kudapatkan.” Benakku dalam hati. “Nak!,
jangan melamun terus nanti kamu kesambet lo!, kamu mikirin apa?” sela salah
satu orang yang ada di sampingku. “ Ah, enggak kok pak. Saya hanya memikirkan
kapan hujan ini reda.” Jawabku bohong kepada bapak itu agar bapak itu tidak
bertanya lagi.
Akhirnya Tuhan mengkabulkan doaku. Apa yang aku harapkan
dari tadi telah terjawab. Sekarang hujan sudah mulai reda dan aku bisa pulang
ke rumah. Aku bergegas mengenakan sepatu ku dan sedikit membersihkan motor yang
kotor terkena cipratan air yang bercambur tanah. Kulihat yang lainnya juga sama
sepertiku sedang bersiap untuk pulang. Setelah siap, akhirnya aku pulang dengan
rasa hati yang senang. Sudah tak sabar aku ingin bertemu dengan keluarga di
rumah. Selama perjalanan pulang aku terus membayangkan suasana kehangatan dan
keharmonisan keluarga.
Sesampainya dirumah aku langsung di sambut oleh ibuku dengan
pelukan hangat yang jarang sekali kudapatkan. Ibuku menangis dalam pelukan itu.
“Kamu tidak apa-apa kan nak?”, tanya ibuku yang sangat khawatir dengan
keadaanku. “Iya bu, aku baik-baik saja.”, jawabku singkat supaya aku tak ikut
menangis. Cukup lama ibuku memelukku dan terus berucap kata-kata sayang yang
tak kuasa aku menjawabnya hingga akhirnya aku pun menangis. Suasana duka semakin
menjadi-jadi ketika ibuku memberitahu padaku bahwa kakek telah meninggal dunia.
Aku tak percaya dengan apa yang dikatakan ibuku. Aku sebenarnya sempat curiga
dari awal, mengapa ibuku terus memelukku sambil menangis dan itu tidak seperti
biasanya. Ternyata itulah yang terjadi.
“Sekarang kakek dimana bu?”, tanyaku sedih. “Kakek sudah
dikubur nak tadi sore ketika kamu belum pulang”, jawab ibuku yang
terseduh-seduh. Dengan sedikit marah wajahku aku arahkan tepat pada kedua mata
ibuku, “ Mengapa ibu tidak menelponku?, kan nanti aku bisa segera pulang bu. Ya
Tuhan...”. “ Iya nak, maafkan ibumu ini. Ibu hanya tidak ingin membuatmu sedih,
ibu tak kuasa jika melihatmu sedih, nanti bisa-bisa ibu tambah sedih nak.
Maafkan ibumu ya nak!”. Aku masih saja menangis dan tak bisa menjawab perkataan
ibuku. Aku masih tidak percaya akan kehilangan kakekku yang sudah merawatku
sejak kecil.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung menuju ke tempat
kakekku di makamkan. Tempatnya tidak jauh dari rumahku. Ibuku sempat mencegah,
namun aku tetap pada keputusanku untuk menuju ke makam kakek. Disana aku
melihat makam dengan bunga-bunga yang masih segar bertebaran. Dan ketika
kulihat batu nisannya, memang benar tertera nama kakekku di sana. Sekarang aku
tak bisa menolak fakta yang ada. Disana kupegang,kuraba, dan kuelus-elus makam
kakek sembari aku berdoa semoga kakek dapat masuk ke surga. “ Sudah cu,
segeralah pulang! Hari sudah gelap”. Terdengar suara yang mengejutkanku. Aku
tak tau siapakah yang sedang berbicara karena disitu aku sendiri tidak ada
orang lain ku lihat.
Terdengar lagi suara yang sebenarnya tak asing bagiku. “Ini
aku cu, kakekmu. Kakek sekarang sudah tenang di sini, kamu tidak perlu khawatir
lagi. Kakek senang karena kamu mau menjenguk kakek. Sudah dari tadi kakek
menunggumu cu, kakek sudah lega karena kamu sudah kesini. Sudahlah, hentikan
tangismu itu! Jangan kau buang waktumu disini cu! Kamu besok masih sekolah dan
umurmu masih panjang. Yang penting kamu bisa jadi orang sukses, itu sudah cukup
bagi kakek. Sekarang pulanglah!”. Antara percaya atau tidak, aku benar-benar
mendengar suara itu. Hingga akhirnya aku pulang karena takut disana sendirian
dengan hari yang sudah gelap pula.
Aku langsung pergi ke kamar mandi. Setelah itu, aku
sholat,makan malam dan menuju kamar untuk istirahat. Ibuku datang membawakan
secangkir teh hangat kepadaku. Aku terus merenung. Semakin malam semakin terasa
lelah yang ku rasakan seharian ini. Dari pagi yang tergesa-gesa, siang yang
penuh cerita, dan hingga sekarang yang penuh duka. Hingga tak kusadari ibuku
sudah tidur di sampingku. Mungkin ibuku lebih lelah daripada aku. Kuambilkan
selimut dan letakkan di tubuh ibuku.
Banyak hal yang dapat aku ambil hikmahnya dalam seluruh
kejadian sehari ini. Manusia itu tempatnya salah. Manusia bukanlah makhluk
sempurna. Ada kalanya kita merasa senang dan ada kalanya kita meras sedih. Kita
tidak akan tau kapan ajal akan menjemput kita. Yang pasti Tuhan itu Maha Adil.
Mungkin hujan sore tadi sengaja di berikan oleh Tuhan agar aku tidak pulang
langsung ke rumah dan merasakan sedih teramat sedih. Ini akan jadi pelajaran
yang tidak akan pernah kulupakan. Suasana hening membuatku merasakan kantuk.
Akhirnya aku pun ikut tidur di malam itu. Terima kasih kepadamu Tuhan atas apa
yang telah engkau berikan hari ini. Tamat.
Silahkan Comment untuk cerpen diatas teman-teman, sudah
baguskah atau kurang gimana?
Hehehe.....J
Mantabb
ReplyDelete