Friday, August 28, 2020

Contoh Cerpen Kehidupan Terbaru


Air Terus Mengalir
by:Lafa

Tak terasa hari sudah pagi lagi. Padahal aku baru saja tidur semalam di rumah sakit dengan saudara-saudaraku. Semalam aku menjenguk kakekku yang sedang sakit. Sekarang kakekku sudah boleh pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima pagi. Aku pulang ke rumah dengan rasa kantuk yang masih ada. Sesampainya di rumah pukul lima pagi, aku malah tidur lagi karena kantuk yang tak kunjung hilang. Sial kudapat,aku bangun kesiangan. Kenapa aku lupa hari ini masih sekolah. Jadi gugup,belum makan,belum mandi,sholat,dan sebagainya. Semua aku kerjakan tergesa-gesa agar tidak telat sekolah.

Aku senang karena tidak telat sekolah. Aku sebenarnya masih pengen tidur dan bermimpi indah. Namun, karena sedang berada di sekolah maka aku menahan rasa kantuk itu. Aku termasuk orang yang malas jika disuruh beraktivitas. Tapi, aku tak separah orang yang malas mengambil sampah di bawahnya dan membuangnya ke tempat sampah. Aku tetap mengerjakan tugas dari guruku walaupun sebenarnya aku payah dalam pelajaran itu. Paling tidak jika aku malas berpikir, aku masih bisa menyontek pekerjaan temanku.

Seperti biasanya, pada jam istirahat aku bersama gengku menuju ke kantin belakang untuk mengisi bahan bakar siang hari. Ramainya orang di kantin sudah menjadi hal pasti karena semua pasti menuju ke kantin untuk membeli makan. Mau tidak mau ya harus ngantri. Akhirnya makanan pun kami dapatkan, dan masing-masing dari kami dengan lahap langsung menyantap makanan yang telah di pesan. Selesai makan, kami bersama menuju mushola yang ada di sekolah untuk melaksanakan kewajiban sholat duhur. Sama seperti dikantin, kami ngantri lagi untuk ambil air wudu karena banyaknya orang yang ada. Selesai sholat, kami kembali ke kelas melanjutkan pelajaran sampai jam pulang tiba.

Bel pulang berbunyi membuatku cepat-cepat ingin pulang kembali ke rumah. Aku mulai mengendarai motorku dengan kencang karena kudapati langit semakin gelap. Jalanan sedikit ramai karena banyak juga dari siswa sekolah lain yang pulang. Ditengah perjalanan aku mendengar suara keras seperti ada sebuah insiden terjadi. Aku putar kepalaku ke belakang. Ternyata benar dugaanku, ada tabrakan antara pengendara motor dengan pengendara motor lainnya. Spontan aku mengurangi kecepatan dan mendekati tempat kejadian tersebut.

Tiba di tempat kejadian, terbenak dalam pikiranku untuk bergegas mencoba menolong mereka, namun apa dayaku ketika aku tak kuasa melihat luka yang diderita salah satu pengendara motor tersebut. Sekilas nampak kepalanya mengeluarkan darah kental dan pengendara itu terlihat kaku tak bisa menggerakkan tubuhnya untuk sekedar menepi. Kulihat masih ada banyak orang yang menolong mereka. Jadi karena itu aku mengurungkan niatku dan  tak apalah pikirku jika aku tinggalkan tempat itu. Kejadian ini menyadarkanku bahwa tergesa-gesa itu tidak baik dilakukan.

Perjalanan pulang kulanjutkan dengan pelan karena ketakutanku yang menjadi-jadi setelah tau insiden mengerikan tadi. Beberapa menit diperjalanan pulang, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku masih dengan motorku yang terus melaju untuk mencari tempat yang teduh. Setelah mencari dan terus mencari, kulihat ada mushola kecil yang langsung kuhampiri untuk kujadikan tempat berteduh.Ternyata sudah ada beberapa orang tua yang juga berteduh di mushola itu. “Permisi pak, saya ikut berteduh disini ya!”  ucapku kepada salah satu orang tua yang ada disitu. “ Silahkan mas, boleh-boleh saja kan mushola ini juga bukan milik saya.” Jawab bapak itu. Langsung saja aku memarkir motorku dan segera berteduh.

Di mushola itu aku banyak berbincang dengan mereka yang juga berteduh. Tak sedikit canda tawa juga ku temukan disana. Kami bersama berbincang untuk sekedar mengisi waktu sambil menunggu hujan yang tak kunjung reda. Kedua tangan ku gosok-gosokkan untuk menghangatkan tubuh. Angin yang berhembus menambah kegigilan tubuhku. “ Kamu sekolah dimana nak?” aku menoleh dan mencari sumber suara itu. “ Saya sekolah di ****** pak.” jawabku dengan tersenyum pada bapak berjaket hitam. “ Owalah, bapak dulu juga sekolah disana nak” jawabnya kepadaku. Aku hanya tersenyum kepada bapak itu karena aku bingung mau jawab gimana lagi.

Tapi bapak itu terus bercerita dan aku mulai bisa menjawab pembicaraan beliau dengan santai. Aku sedikit tertawa ketika bapak itu bercerita tentang pengalamannya dibangku SMA. Bapak itu bercerita bahwa semua anak itu pasti pernah nakal termasuk bapak itu sendiri. Bapak itu pernah dihukum gurunya karena terlambat. Lalu dengan membawa kresek bapak itu mengambil daun-daun kering di halaman sekolah. Selain itu, bapak itu pernah salah mengenakan seragam sekolah. Alhasil bapak itu ditertawakan oleh teman-temannya. “ Masih untung aku bisa berteduh disini dengan ditemani orang-orang yang sebelumnya tak kukenal itu, mungkin berbeda rasanya jika aku sendirian disini dengan hujan deras dan angin kencang yang membuatku tubuhku menggigil”, batinku berkata.

Tak terasa hari semakin sore dan ketika kulihat jam dinding di mushola, ternyata sudah menunjukkan pukul 5 tepat. Hujanpun masih deras dan angin semakin kencang. Angan pun mengikut tubuh. Terpikirkan bagaimana keadaan keluarga yang ada di rumah. Kaget tak bisa kuelakkan, ketika melamun aku teringat bahwa aku belum sholat asar. Sontak aku berdiri menuju tempat ambil air wudhu tanpa memperdulikan orang-orang yang ada disana. Aku coba mengkhusukkan sholatku dalam dinginnya angin dan gemuruhnya suara hujan yang terdengar bising sekali.

Raka’at pertama konsentrasiku terganggu oleh seorang yang menepuk pundak kananku. Aku jadi bingung maksud dari orang tersebut, apakah orang itu mau mencegahku, mengingatkanku, atau hendak ikut sholat dibelakangku?. Dan pertanyaanku terjawabdegan sebuah tepukan lagi. Aku jadi yakin bahwa orang ini hendak ikut sholat dibelakangku. Akhirnya aku mengubah niatku menjadi seorang imam dan mengeraskan bacaanku. Sampai pada raka’at terakhir usai dan aku mengucap salam. Setelah itu, aku berdoa agar hujan segera reda dan aku bisa pulang dengan selamat.

Sambil mengusap wajahku setelah berdoa aku memalingkan badan untuk sekedar berjabat tangan dengan orang yang ikut sholat denganku tadi. Aku pun kaget seakan tidak percaya kalau ternyata orang yang ikut sholat dibelakangku bukan hanya satu orang, akan tetapi semua yang ada di mushola ikut sholat denganku. Mungkin memang karena dari siang hujan belum reda sehingga semuanya belum sempat sholat asar dan lupa. Diatas keherananku aku merasa bahagia bisa menjadi imam sholat disaat kondisi langka seperti itu.  

Menunggu hujan reda, aku sempat melamun lagi teringat dengan insiden tabrakan tadi siang. “Bagaimana kelanjutan cerita dari insiden tadi ya?, apalagi kan tadi hujan langsung turun deras. Dan untung aku masih di beri keselamatan. Sungguh luar biasa nikmat yang kudapatkan.” Benakku dalam hati. “Nak!, jangan melamun terus nanti kamu kesambet lo!, kamu mikirin apa?” sela salah satu orang yang ada di sampingku. “ Ah, enggak kok pak. Saya hanya memikirkan kapan hujan ini reda.” Jawabku bohong kepada bapak itu agar bapak itu tidak bertanya lagi.

Akhirnya Tuhan mengkabulkan doaku. Apa yang aku harapkan dari tadi telah terjawab. Sekarang hujan sudah mulai reda dan aku bisa pulang ke rumah. Aku bergegas mengenakan sepatu ku dan sedikit membersihkan motor yang kotor terkena cipratan air yang bercambur tanah. Kulihat yang lainnya juga sama sepertiku sedang bersiap untuk pulang. Setelah siap, akhirnya aku pulang dengan rasa hati yang senang. Sudah tak sabar aku ingin bertemu dengan keluarga di rumah. Selama perjalanan pulang aku terus membayangkan suasana kehangatan dan keharmonisan keluarga.

Sesampainya dirumah aku langsung di sambut oleh ibuku dengan pelukan hangat yang jarang sekali kudapatkan. Ibuku menangis dalam pelukan itu. “Kamu tidak apa-apa kan nak?”, tanya ibuku yang sangat khawatir dengan keadaanku. “Iya bu, aku baik-baik saja.”, jawabku singkat supaya aku tak ikut menangis. Cukup lama ibuku memelukku dan terus berucap kata-kata sayang yang tak kuasa aku menjawabnya hingga akhirnya aku pun menangis. Suasana duka semakin menjadi-jadi ketika ibuku memberitahu padaku bahwa kakek telah meninggal dunia. Aku tak percaya dengan apa yang dikatakan ibuku. Aku sebenarnya sempat curiga dari awal, mengapa ibuku terus memelukku sambil menangis dan itu tidak seperti biasanya. Ternyata itulah yang terjadi.

“Sekarang kakek dimana bu?”, tanyaku sedih. “Kakek sudah dikubur nak tadi sore ketika kamu belum pulang”, jawab ibuku yang terseduh-seduh. Dengan sedikit marah wajahku aku arahkan tepat pada kedua mata ibuku, “ Mengapa ibu tidak menelponku?, kan nanti aku bisa segera pulang bu. Ya Tuhan...”. “ Iya nak, maafkan ibumu ini. Ibu hanya tidak ingin membuatmu sedih, ibu tak kuasa jika melihatmu sedih, nanti bisa-bisa ibu tambah sedih nak. Maafkan ibumu ya nak!”. Aku masih saja menangis dan tak bisa menjawab perkataan ibuku. Aku masih tidak percaya akan kehilangan kakekku yang sudah merawatku sejak kecil.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menuju ke tempat kakekku di makamkan. Tempatnya tidak jauh dari rumahku. Ibuku sempat mencegah, namun aku tetap pada keputusanku untuk menuju ke makam kakek. Disana aku melihat makam dengan bunga-bunga yang masih segar bertebaran. Dan ketika kulihat batu nisannya, memang benar tertera nama kakekku di sana. Sekarang aku tak bisa menolak fakta yang ada. Disana kupegang,kuraba, dan kuelus-elus makam kakek sembari aku berdoa semoga kakek dapat masuk ke surga. “ Sudah cu, segeralah pulang! Hari sudah gelap”. Terdengar suara yang mengejutkanku. Aku tak tau siapakah yang sedang berbicara karena disitu aku sendiri tidak ada orang lain ku lihat.

Terdengar lagi suara yang sebenarnya tak asing bagiku. “Ini aku cu, kakekmu. Kakek sekarang sudah tenang di sini, kamu tidak perlu khawatir lagi. Kakek senang karena kamu mau menjenguk kakek. Sudah dari tadi kakek menunggumu cu, kakek sudah lega karena kamu sudah kesini. Sudahlah, hentikan tangismu itu! Jangan kau buang waktumu disini cu! Kamu besok masih sekolah dan umurmu masih panjang. Yang penting kamu bisa jadi orang sukses, itu sudah cukup bagi kakek. Sekarang pulanglah!”. Antara percaya atau tidak, aku benar-benar mendengar suara itu. Hingga akhirnya aku pulang karena takut disana sendirian dengan hari yang sudah gelap pula.

Aku langsung pergi ke kamar mandi. Setelah itu, aku sholat,makan malam dan menuju kamar untuk istirahat. Ibuku datang membawakan secangkir teh hangat kepadaku. Aku terus merenung. Semakin malam semakin terasa lelah yang ku rasakan seharian ini. Dari pagi yang tergesa-gesa, siang yang penuh cerita, dan hingga sekarang yang penuh duka. Hingga tak kusadari ibuku sudah tidur di sampingku. Mungkin ibuku lebih lelah daripada aku. Kuambilkan selimut dan letakkan di tubuh ibuku.

Banyak hal yang dapat aku ambil hikmahnya dalam seluruh kejadian sehari ini. Manusia itu tempatnya salah. Manusia bukanlah makhluk sempurna. Ada kalanya kita merasa senang dan ada kalanya kita meras sedih. Kita tidak akan tau kapan ajal akan menjemput kita. Yang pasti Tuhan itu Maha Adil. Mungkin hujan sore tadi sengaja di berikan oleh Tuhan agar aku tidak pulang langsung ke rumah dan merasakan sedih teramat sedih. Ini akan jadi pelajaran yang tidak akan pernah kulupakan. Suasana hening membuatku merasakan kantuk. Akhirnya aku pun ikut tidur di malam itu. Terima kasih kepadamu Tuhan atas apa yang telah engkau berikan hari ini. Tamat.

Silahkan Comment untuk cerpen diatas teman-teman, sudah baguskah atau kurang gimana?
Hehehe.....J

1 comment: